"Two great things you can give your children:
one is Roots,
the other is Wings."
- Hodding Carter
Pertama sekali mengetahui ungkapan "Roots and Wings" ini, saya sangat kagum karena pilihan kata dan metaforanya. Kemudian beberapa minggu setelah kekaguman itu, saya berbagi cerita dengan beberapa orang yang kebanyakan sudah menjadi orangtua. Orangtua yang harus mengajari dan membimbing anak-anaknya. Pembicaraan berkisar tentang pendidikan, khususnya pendidikan anak-anak, lebih khusus lagi pendidikan anak yang dimulai dari rumah, dari keluarga, oleh ayah-ibunya. Baru kemudian pendidikan di sekolah.
Banyak orangtua mengeluh tentang anak zaman sekarang yang 'tidak seperti dulu'. Dulu katanya, siswa segan kepada guru. Siswa sangat menghormati guru-gurunya. Dari cerita-cerita, jika akan berpapasan di jalan, sering seorang siswa akan 'sembunyi' atau 'minggir' dulu, agar tidak berhadapan langsung dengan gurunya. Bisa dimengerti, siswa berlaku seperti itu bukan karena ketakutan, tapi karena rasa hormat kepada gurunya. Sebaliknya, anak sekarang dipandang tidak disiplin, gampang patah semangat, mudah putus asa, suka hura-hura, tidak mau mengambila tanggung jawab, tidak hormat kepada guru dan orangtua. Tapi benarkah demikian?
Setelah sekian lama saya merenungi ungkapan yang indah penuh makna itu, saya mulai dapat mencerna apa yang dimaksud dengan akar dan sayap itu. Awalnya mendapatkan ide itu dari seorang pendidik Jesuit Australia. Suatu saat, saya bercerita dengan seseorang yang sangat 'concern' dengan masalah itu. Dengan kebaikan hatinya, beliau kemudian mengirimi saya sebuah buku yang sangat luar biasa karya Jay B. McDaniel. Pemahaman saya semakin diperdalam dengan mendapatkan pencerahan yang sangat bagus dari Jay B. McDaniel.
McDaniel memulai tulisannya dengan cerita suatu kunjungan seorang rabi ke sekolah tempatnya mengajar, karena McDaniel mengajar khusus bidang agama-agama dunia. Rabi Eugene Levy diundang untuk berbicara dan mengajar di kelasnya. Tapi karena sesuatu yang tidak diingat McDaniel lagi, sampailah ke pembicaraan tentang kehidupan keluarga dalam lingkungan Yahudi. Rabi Levy menyampaikan gambaran 'akar' dan 'sayap' itu. Dan di situlah McDaniel mengetahui pertama sekali metafora itu. Secara bebas, pembicaraannya seperti ini:
Rabi Levy berkata, "Dalam mendampingi anak-anak, Engkau harus memberi mereka Akar dan Sayap. Engkau harus membuat anak-anak menanamkan fondasi yang kuat dan merasa aman. Tapi Engkau juga harus memberi kemampuan 'to think new thoughts, to feel new feelings, dan to be able to fly in new directions."
"Kalau kita beri anak itu sayap, bagaimana kalau dia lari lepas?", tanya McDaniel setengah bercanda, setengah serius.
"Dia tidak akan lari, karena dia punya akar yang menjaganya?", sahut rabi.
"Kalau memang lepas dan tidak kembali?", tanya McDaniel lagi. McDaniel langsung serius karena saat itu dia sedang membesarkan dua orang anaknya.
Kemudian rabi Levy berkata, "Engkau harus mengambil risiko itu." Rabi Levy melanjutkan, "Mungkin saja anak-anak mencederai akarnya dengan sayapnya. Tapi kita tetap harus memberi mereka sayap karena tanpa itu mereka tidak dapat bertumbuh; mereka mungkin seperti tercekik atau mati lemas. Jadi berikan mereka Sayap untuk terbang dan Akar sebagai penuntun untuk dipelihara. Untuk Itulah sebenarnya orangtua ada."
Rabi Levy berkata bahwa bukan dia yang meciptakan metafora itu. Metafora itu didapatnya dari teman, yang didapat temannya dari teman temannya.
Metafora itu sebenarnya bukan hanya di lingkungan anak-anak dan keluarga. Akar dan Sayap. Nilai dan Kebebasan, adalah hal yang sangat penting dan perlu perhatian terus-menerus dalam hidup kita terlebih sekarang ini.
Metafora 'akar' dan 'sayap' adalah gambaran yang harus dimiliki seorang anak dalam mengarungi kehidupan yang semakin mengglobal dan banyak tantangan ini. Dan itulah yang harus diberikan oleh orangtua, guru, dan para pendidik. Rabi itu berkata, bahwa seorang anak harus diberi 'akar' yang mencakup nilai-nilai mulai dari prinsip, ajaran, ritual, tatanan, akidah, iman. Setelah ini semua sudah ditanam, maka orangtua (juga guru, pendidik) harus memberinya sayap agar dia terbang melihat pemandangan dunia. Sayap adalah gambaran kebebasan.
Anak-anak dengan sayap kebebasannya harus bisa melihat pemikiran-pemikiran baru, belajar pandangan-pandangan baru. Anak-anak dengan akarnya harus memiliki nilai, grounded to the earth, to know where home is, menjujung tinggi etika dan moral, menghormati budaya dan nilai-nilai keluarga. Tapi tidak menjadi kaku dan tertutup. Mereka harus terbuka kepada hal-hal lain dan hal-hal baru; memiliki harapan, cita-cita, dan tujuan yang harus dituju.
Pembicaraan ini sangat singkat, tapi inilah sebenarnya inti pengajaran dan pendidikan. Memupuk tanah agar akar tertancap dalam tanggung jawab dan mengembangka sayap agar berpikir merdeka. Menanamkan akar nilai, dan mengepakkan sayap kebebasan.
***oleh Fransiskus Nadeak ***
6 comments:
benar-benar menginspirasi..
Banyak orang tua, para guru, para guru agama, para pemimpin agama, sangat kuat menyuburkan akar, tapi agak takut kalau mengenai sayap ini.
So..inspired...
Terima kasih...
Wassalam, Syalom, Salam!
Good, goood, tengkyu banget..
FL
Buat Bung Benyamin,
"Salam juga!"
Buat Bung Faisal Lutfi,
"Tengkyu juga!"
Tulisan ini, sangat bagus. Saya perlu sedikit tercenung, khususnya karena kata-kata "Kita harus mengambil risiko!" itu.
Tks
Buat #Moh. Taufiq:
Yup, mengambil risiko. Sepertinya memang kita diciptakan hanya untuk mengambil risiko.
Post a Comment