Sore ini, saya coba menuliskan yang sering terpikirkan hari ini. Itu dimulai dari tadi malam, tentang kesulitan banyak teman yang tidak bisa mengungkapkan apa yang ada dalam benaknya. Ketidakbiasaan yang sulit untuk mengungkapkan apa yang dialami, dipikirkan; intinya kesulitan mengungkapkan apa yang terlintas dalam pikirannya.
Pikiran ini dimulai ketika seorang teman akan mengumumkan sesuatu. Dia tidak mampu mengungkapkan secara lisan, "Untuk kegiatan kumpul-kumpul kita, mohon keluarga agar tidak terlalu repot dengan snack atau makanan yang akan disediakan oleh tuan rumah. Cukuplah air putih, atau setidaknya teh manis atau kopi hangat. Tidak perlu repot menyediakan makanan yang banyak apalagi makan berat (ini istilah untuk makan nasi, biasanya dengan tambahan lauk dan sayurnya). Jadi jika diminta akan menjadi tuan rumah, maka keluarga yang ditunjuk menjadi tuan rumah bagi pertemuan berikut atau berikutnya lagi, tidak perlu menolak, dan dengan sukarela langsung bersedia."
Itulah inti yang harus disampaikan. "Kerelaan menjadi tuan rumah, tanpa perlu 'repot-repot'." Tapi apa yang terjadi? Untuk mengungkapkan pengumuman atau pemberitahuan atau permintaan atau apa pun sifatnya, banyak orang yang kesulitan untuk menyampaikannya.
Kata-kata
Permasalahan mengungkapkan sesuatu dengan baik atau dengan gamblang sebenarnya bagian dari masalah kepercayaan diri. Tapi lebih dari kepercayaan diri, ada satu hal lagi yang sangat menentukan, yakni kemampun diksi (pemilihan kata), penggunaan kata-kata, yang semuanya bermuara pada kemampuan verbal.
Cukup banyak orang hanya menggunakan kata-kata dalam pembicaraannya sehari-hari, sama dengan kata-kata yang digunakannya seperti hari-hari kemarin dan kemarin dulu. Artinya, karena suatu kebiasaan, dalam keseharian hidupnya seseorang tidak menambah perbendaharaan kosakatanya.
Kebiasaan membaca yang minim, ketidakbiasaan mengamati sesuatu, kebiasaan berpikir yang sangat jarang, atau setidaknya ketidakmampuan berpikir memperparah penambahan jumlah kosakata yang dimiliki seseorang.
Cukup banyak orang yang setiap hari hanya menggunakan kata-kata yang biasa seperti 'bangun', 'mandi', 'sarapan', 'pakaian', 'kerja', 'bosan', 'capek', 'target', 'bos', 'pulang', 'tidur', 'menonton', 'televisi', dan hal-hal yang biasa dihadapi atau dilakukan setiap hari.
Bandingkan misalnya jika seseorang terpikir dengan kata-kata ini: 'hereditas', 'konvergen', 'transformasi', 'matriks', 'simultan', 'ramuan', 'spiritualitas', 'bertumbuh', 'berbuah', 'gemerincing', dan 'hegemoni'. Hanya dengan menyebutkan kata-kata ini saja, pikiran kita akan bergerak lebih luas dan berpikir lagi lebih dalam.
Keterbatasan kata-kata yang kita miliki, akan membatasi cara kita berpikir. Karena berpikir menggunakan kata-kata sebagai bahannya. Keterbatasan kita berpikir, akan membatasi kemampuan kita mengerti. Keterbatasan pengertian kita, akan membatasi kemampuan kita mengambil pilihan dan tindakan yang terbaik.
* Fransiskus Nadeak *, seorang pemikir.
No comments:
Post a Comment