October 22, 2008

Menjadi Manusia Merdeka

"One cannot make a slave of a free person,
for a free person is free even in a prison."
- Plato

Beberapa hari yang lalu, saya membuat tulisan singkat "'Roots and Wings' : Nilai dan Kebebasan." Cukup banyak teman yang merespons dan bertanya kepada saya untuk menjelaskan yang lebih lengkap, khususnya tentang 'Wings', tentang Kebebasan. Walaupun sebenarnya tujuan tulisan itu bukan untuk menjelaskan. Tulisan itu hanya sebagai pemikiran yang muncul karena mengetahui indah dan dalamnya metafora dan diksi "Roots" dan "Wings" itu.

Sebenarnya, dari Rabi Eugene Levy, sudah cukup jelas gambarannya. Beberapa teman lewat email, dan beberapa orang menelepon dan bertanya langsung apa arti kebebasan sebagai manusia. Untuk 'Roots' atau Nilai, mereka bisa mengerti arti dan penjelasan dari cerita itu. Juga, arti sebuah cerita memang harus kita cari sendiri. Makna sesuatu harus kita cari dan temukan sendiri.

Via telepon, ada yang sangat serius menanyakan bagaimanakah manusia yang bebas itu. Saya hanya memberi salah satu contoh, seorang manusia merdeka yang pernah hidup di bumi ini adalah umpama Mahatma Gandhi atau Nelson Mandela. Dan sebetulnya banyak tokoh lagi, dan di sekeliling kita mungkin ada, atau setidaknya berusaha belajar dan mencoba menjadi manusia merdeka.

Tapi baiklah demi kebebasan yang kita cari itu, marilah kita sharing.

Apa Arti Kebebasan?

Orang-orang zaman (yang katanya) modern sekarang ini, sering memunculkan ungkapan-ungkapan, "Jadilah manusia bebas!" Tapi apa artinya bebas itu? Banyak orang beranggapan misalnya, negara Amerika Serikatlah sebuah contoh negara bebas. Itu ditandai dengan Patung Liberty-nya dan hal-hal lain yang sejauh pemahamannya tengang negara itu. Atau setidaknya bangsa itu, berusaha menanamkan paham kepada masyarakat, yang lahir di sana atau yang imigran, bahwa Amerika berniat selalu menjaga bebebasan manusia sebagai individu.

Dalam tradisi filsafat dan teologi, khususnya teologi moral, masalah kebebasan sangat erat dan dekat dengan kehendak bebas dan hati nurani. Tentu kita tidak mendiskusikan tentang kehendak bebas dan hati nurani ini di sini, tapi hanya sebagai gambaran untuk mendapatkan perspektif yang lebih baik, bahwa kebebasan itu sangat memerlukan pengertian yang cukup.

Agar kita bisa menjadi manusia yang merdeka, kita harus tahu apa arti merdeka. Apakah orang-orang yang menggelar acara yang namanya kebebasan berekspresi, berarti dia berarti orang yang bebas? Atau jargon-jargon popuper sekarang, jika seseorang sudah tahap kebebasan finansial, berarti dia sudah bebas?

Filsuf Prancis, Jean-Jacques Rousseu berkata, "Man is born free, but everywhere he is in chains." Sedangkan filsuf dan sastrawan Prancis Jean-Paul Sartre menegaskan bahwa manusia "condemned to be free" karena manusia selalu memiliki pilihan. Rousseau melihat bahwa sebenarnya setiap manusia, merdeka tapi karena hal-hal lain di luar dirinya, dia menjadi manusia yang belum atau tidak merdeka lagi.

Two Concepts of Liberty

Isaiah Berlin seorang sejarawan dan pemikir liberal pernah menyampaikan dua tipe kebebasan. Berlin membedakan kebebasan menjadi kebebasan negatif dan positif. Kebebasan negatif disebutnya dengan istilah 'freedom from' : 'bebas dari', dan kebebasan positif dengan istilah 'freedom to' : 'bebas untuk'. Kebebasan dari tekanan, kekerasan, perbudakan misalnya dan kebebesan mengembangkan potensi diri harus dimiliki orang-orang yang benar bebas. Kedua contoh itu adalah dua tipe kebebasan itu, dan biasanya itulah kebebasan universal yang menjadi hak-hak asasi manusia. Isaiah Berlin menyatakan kebebasan dari hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan atau aksi yang biasanya oleh orang lain, dan kebebasan untuk melakukan tindakan atau aksi melalui daya pilihan sendiri untuk melakukan tindakan.

Jadi pencapaian kebebasan seseorang sangat ditentukan oleh lingkungannya atau hal yang di luar dirinya dan satu yang sangat penting lagi, di dalam dirinya. Dahulu, kebebasan dari luar atau lingkungan masih sangat dominan, walaupun di beberapa wilayah di dunia ini, masih terjadi pengekangan kebebasan oleh negara, pemerintahan, peraturan, dan alasan-alasan lain. Tapi sekarang ini di zaman yang semakin terbuka dan demokratis, hal yang paling mendesak dan perlu supervisi diri adalah kebebasan positig itu. Kebebasan yang dari dalam diri sendiri.

Self-Mastery

Kalau kita baca biografi orang-orang besar, mereka justeru besar, karena tantangan dan hambatan yang terjadi di luar dirinya. Hambatan dan tantangan yang terjadi itulah yang dihadapi dan diatasi, dengan kekuatan yang ada pada dirinya sendiri. Kita menyebut orang-orang besar bagi orang yang mengarahkan hidupnya bagi orang lain, bagi kemanusiaan.

Nelson Mandela, saksi hidup pengampunan, yang tidak menyimpan kebencian terhadap orang-orang atau institusi yang memenjarakannya, menjadi besar, justeru karena pengalaman hidupnya. Nelson Mandela, saat masih muda, pemarah, gampang naik pitam, dan pendendam. Dia dipenjarakan puluhan tahun, bahkan masih meledak-ledak waktu masa awal di penjara.

Martin Luther King, Jr., seorang pendeta kulit hitam, membela hak-hak sipil warga Amerika Serikat, khususnya yang berkulit hitam, menghadapi kultur rasial dan hukum yang diskriminatif, akhirnya ditembak mati oleh orang yang membenci dia dan gerakannya. Pendeta Martin Luther King, Jr., terkenal dengan ungkapan "I Have A Dream", menjadi lagu yang pernah juga dipopulerkan oleh grup musik West Life. Termasuk juga golongan orang-orang besar seperti Dorothy Day, Uskup Agung Oscar Romero, Rosa Parks, Winston Churchill, Dalai Lama, Vavlac Havel, Lech Walesa, Albert Schweitzer, Bunda Teresa.

Tentu banyak juga orang besar, walaupun cukup banyak yang tidak menghadapi tantangan seperti itu, para pemikir zaman dulu, pelaku karitas, pembela orang-orang, orang-orang bijaksana, yang masih banyak kita tidak tahu. Termasuk ke golongan ini adalah Bertrand Russell, Albert Einstein, Socrates, Plato, Immanuel Kant, Soren Kierkegaard.

Setelah saya perhatikan, yang terjadi banyak pada manusia, yang menunjukkan kadar kebebasannya adalah mengenai pikirannya. Sering terjadi dan banyak manusia bukannya menjadi guru bagi pikirannya tapi malah menjadi korban dan budak pikirannya. Pikiran seseorang sangat menentukan tingkat kebebasan personalnya.

Orang-orang di atas yang kita sebutkan namanya termasuk orang yang bisa mengelola diri sendiri, mampu mengendalikan diri sendiri, mampu mendisiplinkan diri dan pikirannya. Kebebasan sangat ditentukan oleh kondisi batinnya dan dan menjadi master bagi kondisi dirinya, dalam menghadapi kondisi luar dirinya.

Menjadi manusia merdeka mengandaikan inner autonomy yang seimbang dan baik, yang berarti mengandung kemungkinan ini:

  • kemampuan bertindak rasional

  • kemampuan bertindak sesuai dengan nilai-nilai dirinya, suara hatinya

  • kemampuan bertindak sesuai dengan norma dan nilai universal (seperti kebenaran, keadilan, kebaikan, dan keutamaan manusia lainnya)

  • kemampuan bertindak independen dengan cara rasional dari desakan hasrat atau keinginannya.

Dalam mengembangkan spiritualitas, dikatakan bahwa kebebasan itu lebih karena pencapaian oleh manusia, bukan genetik bawaan lahir. Rudolf Steiner berkata bahwa, "acting in freedom is acting out of a pure love of the deed as one intuits the moral concept implicit in the deed." Mirip dengan itu, pemikir Jerman, penulis buku yang terkenal Small is Beautiful, E. F. Schumacher berkata bahwa kebebasan berada dalam diri kita, sehingga kita tidak dapat 'memiliki' kebebasan, tapi 'dapat membuat diri kita menjadi bebas."

###Frans. Nadeak





2 comments:

Anonymous said...

Bagus, luar biasa, saya doakan semakin baik dalam gaya dan bahasa penulisan.

TUHAN YESUS MEMBERKATI, AVE MARIA.

-kun & diana-
0819 816 376

Frans. Nadeak said...

#Kun Anggoro
Pak Kun, terima kasih. Kapan-kapan kita berbagi lagi, banyak gagasan kita yang sama.
Salam juga buat keluarga.