November 5, 2008

Mengapa Membuat Jurnal?

"We do not write because we want to; we write because we have to. "
- Somerset Maugham
*
"Writing is its own reward. "
- Henry Miller


Saya sering mendapat bahwa membuat jurnal atau semacamnya berfaedah banyak bagi jiwa kita. Bahkan dalam kondisi kesedihan atau dukacita yang mendalam, bahkan amarah yang berapi-api, jika perasaan itu dituliskan, maka kesedihan dan amarah kita bisa semakin terkendali, dan lama-kelamaan hilang, dan akhirnya menyehatkan diri kita.

Jurnal yang kita maksud di sini, bukan harus jurnal formal, seperti jurnalis atau wartawan atau akademisi atau ilmuwan atau filsuf. Cukuplah dengan menuliskannya dalam coretan-coretan kecil di buku diari atau agenda kita.

Saya pernah membaca, bahwa seseorang yang marah besar kepada agen asuransi karena tidak mendapat yang seharusnya menjadi haknya, berbulan-bulan dikungkung oleh perasaan kesal dan marah. Tetapi setelah menuliskannya, seperti membuat tulisan pembaca yang akan ditampilkan di sebuah harian, semacam keluhan atau klaim, dia bisa menuliskan perasaan dan runut. Ketika dia selesai menuliskan 'uneg-uneg'-nya, bukan hanya tulisannya yang kelar, amarahnya pun redam, dan dirinya pun bisa tersenyum. Dia bisa menertawai dirinya sendiri. Dia membaca tulisannya dan menggumam, "Wah, kok hebat sekali suratku ini?"

Membuat jurnal juga akan membuat diri kita aware dengan waktu. Dengan tulisan, kita seperti bisa melihat diri kita kemarin. Kalau ada tulisan kita setahun lalu, kita bisa melihat diri kita setahun lalu. Setahun lalu, bagaimana kita menulis, bagaimana perasaan kita terhadap sesuatu. Kalau kita menuliskan sesuatu dua tahun lalu, sekarang kita baca lagi, kita bisa melihat pengertian dan pemahaman kita dua tahun lalu terhadap sesuatu seperti dalam tulisan itu.

Yang lebih hebat, pernah saya membaca ide dari seseorang (saya belum tahu nama penemunya, maafkanlah saya), berkata, "Kita belum benar-benar mengerti, sebelum kita bisa menuliskannya."

*Fransiskus Nadeak*, seorang pemikir

No comments: