Entahlah karena apa, terlalu sering kalau mengingat Kartini, lalu yang kita ingat berikutnya adalah kebaya. Apa sebetulnya perjuangan Kartini? Siapa sebenarnya ibu kita ini? Perlu kita pelajari lebih baik lagi dengan sungguh-sungguh.
Saya mengetahui Kartini dari perjuangannya, itu pun samar-samar. Surat-suratnya 'Habis Gelap Terbitlah Terang' pun belum pernah saya baca dengan serius.
Tapi saya tertarik melihat para gadis atau ibu-ibu kita mengenang Kartini dengan memakai kebaya, bahkan ada yang lomba memakai kebaya. Kalau saya ingat semangat perjuangannya, saya kira, kalau bisa, bahkan mungkin Kartini pun akan menentang memakai kebaya. Mengapa? Karena dengan memakai kebaya, maka pergerakannya akan terbatas, tidak bisa bergerak dengan leluasa dan bebas.
Kembali ke Terang dan Gelap. Ini adalah simbol atau metafora. Karena simbol dan metafora ini cukup menarik, kita perlu dapat membedakan mana yang gelap dan mana terang. Untuk membedakan gelap dan terang ini, saya teringat akan cerita mistik Yahudi:
Seorang rabbi bertanya kepada murid-muridnya,
"Kapankah, di waktu fajar orang dapat memisahkan terang dari gelap?"
Seorang muridnya menjawab,"Ketika saya bisa memisahkan seekor kambing dari keledai."
"Tidak," jawab rabbi itu.
Yang lain berkata, "Ketika saya bisa membedakan sebatang pohon palma dari pohon ara."
"Bukan," kata rabbi itu pula.
"Nah, jika begitu apa jawabnya?" Murid-muridnya mendesaknya.
Kata rabbi itu,"Barulah ketika kamu memandang wajah setiap lelaki dan wajah setiap perempuan, dan kamu melihatnya sebagai saudaramu laki-laki dan saudaramu perempuan. Barulah saat itu kamu melihat Cahaya. Di luar itu, adalah kegelapan."
"Start by doing what's necessary; then do what's possible; and suddenly you are doing the impossible.” ~ St. Francis of Assisi
April 23, 2009
April 21, 2009
Into the Wild
Inilah film yang terakhir saya tonton. Film yang berisi petualangan yang mencoba melakukan pencarian dan mungkin penemuan. Disutradarai Sean Penn dan tokoh kunci dibintangi Emile Hirsch (Christopher McCandles). Diilhami dari buku Jon Krakauer dengan judul yang sama. Tapi sejujurnya, saya belum membaca bukunya, baru menonton filmnya. Dan dari film inilah saya ingin menuliskan sesuatu, karena kisah yang sangat memilukan untuk sebuah keluarga.
Sebuah keluarga yang mapan, tapi sepertinya ada masalah. Sebuah keluarga dengan dua orang anak, Christopher dan adiknya Carine McCandles. Chris anak yang cerdas yang sangat gemar membaca yang bisa dengan cepat menemukan ungkapan atau kutipan untuk suatu hal, dari buku-buku yang sudah dibacanya.
Iya, keluarga yang ada masalah. Chris dan Carine, keduanya adalah 'anak haram', tapi orangtuanya tidak mengakuinya. Chris dan adiknya sering dimarahi karena suatu hal, dan digambarkan bahwa menurut penilaian kedua anaknya, kedua orangtuanya adalah orang-orang yang bertindak menggunakan penilaian-penilaian orang lain.
Suatu saat masa menjelang dewasanya, Chris akan dibelikan mobil baru. Chris menolak, dan tetap menggunakan mobil yang ada, karena masih kondisi baik. Chris berkata tidak membutuhkan benda-benda itu.
Chris sudah merencanakan petualangan, semacam 'pelarian' dari rumah, melakukan pencarian makna hidupnya. Dia membaca syair Lord Byron,
There is a pleasure in the pathless woods,
There is a rapture on the lonely shore,
There is society, where none intrudes,
By the deep sea, and music in its roar:
I love not man the less, but Nature more,
From these our interviews, in which I steal
From all I may be, or have been before,
To mingle with the Universe, and feel
What I can ne'er express, yet cannot all conceal.
Dia bercita-cita 'menaklukkan' Alaska. Dan dia pun pergi meninggalkan 'dunia yang kacau', dunia modern.
Banyak peristiwa diceritakan oleh Carine, dan di layar sering muncul tulisan-tulisan yang menyangkut hidup Chris. Peristiwa, cerita, pengalaman ditampilkan dengan pemandangan hutan, kadang kejadian di kota, dan juga kenangan-kenangan lama sewaktu Chris dan Carine masih kecil di rumah mereka.
Dalam semangat Chris, terpampang, "Tak bisa dipungkiri menjadi bebas sangat menggembirakan kita."
Chris tinggal di magic bus, yang menjadi rumahnya di hutan. Di rumah hutannya inilah dia menuliskan semua kisah petualangannya. Dia beberapa kali kembali ke kota untuk mencari bekal secukupnya, lalu kembali lagi ke rumahnya.
Dalam proses pencarian dan penemuan dirinya ini, dia pun mengubah namanya menjadi Alexander Supertramp. Untuk benar-benar menghilangkan jejaknya dari peredaran.
Penghilangan jejaknya dan pengejaran tujuan hidupnya inilah, terjadi saat-saat kedua orangtuanya disadarkan kembali tentang nilai sebuah keluarga. Tapi apa daya? Ibunya mencari-carinya terus.
Ketika dia perlu makanan, dia sudah mengangkat senjata untuk menembak rusa. Sesaat dia lihat rusa itu berjalan oleng, dia sudah hampir menembaknya, dia perhatikan lagi, ibu rusa diikuti anaknya yang jalan sempoyongan. Dia pun urung menembaknya.
Dalam mencapai cita-citanya, Chris menghadapi tantangan fisik yang tidak tertahankan. Terjadi juga tantangan yang sebenarnya bagi laki-laki, wanita. Saat dia bertemu sepasang hippi, di sana juga ada seorang wanita cantik, yang gemar menyanyi, Tracy. Ketika Tracy sudah beberapa kali jalan bersama dengan Chris, suatu saat Tracy sudah dengan siap dan terang-terangan mengajak Tracy untuk berhubungan yang paling intim. Chris dengan tenang dan sabar menolaknya. Chris sambil merengkuh dengan bersahabat berkata kepada Tracy, "Jika kau ingin sesuatu dalam hidupmu, raih dan gapailah!"
Kisah yang sangat menarik terjadi ketika Chris bersahabat dengan seorang pensiunan militer yang pernah bertugas di Okinawa, Ron Franz. Mereka bersahabat terbuka, dan sepertinya karena mengalami penyendirian dan pencarian yang sama, mereka sangat akrab.
Ron Franz bercerita, bahwa dia dulu punya keluarga, seorang isteri dan seorang anak. Ketika dia bertugas, seorang pengemudi mabuk menabrak mereka berdua dan meninggal saat itu. Franz melanjutkan ceritanya, "Chris, kalau saya ditanya kegiatan apa sekarang yang paling saya tidak sukai, itulah menenggak wiski. Tapi kau tahu bukan? Setelah kejadian itu, saya pun meminum wiski sampai mabuk."
Suatu saat dia tersadar, batinnya berkata, bahwa peristiwa itu tidak boleh membuatnya jatuh lagi, dan dia pun berhenti minum, saat itu, langsung.
Persahabatan 'orang tua' dan 'anak' inilah yang menjadi bagian Getting of Wisdom film. Ketika Chris dan Ron Franz berhenti di tengah jalan setelah berkendara lama, Ron bertanya kepada Chris yang sedang mendaki dengan cepat,
"Alaska? Nak, kau lari dari apa?'
"Aku bisa ajukan pertanyaan yang sama kepadamu, kecuali aku sudah tahu jawabannya." jawab Chris.
"Kau sudah tahu, ya?"
"Ya, Pak Franz. Kau harus kembali ke dunia luar. Keluar dari rumahmu yang sepi, dari sanggar kerja kecilmu. Kembalilah ke jalanmu. Sungguh! Kau akan hidup lama, Ron. Kau harus membuat perubahan radikal dalam gaya hidupmu. Inti jiwa manusia datang dari pengalaman-pengalaman baru."
Sesaat mereka masing-masing tersadar. Dan bernapas tenang, menghirup angin di puncuk bukit, yang sebelumnya Ron tidak mau dan tidak mampu mendakinya, tapi karena spirit yang ditularkan Chris, Ron bisa mencapai puncak bukit. Di sanalah mereka bercerita. Bahkan Ron berniat mengadopsi Chris. Tapi Chris mengatakan, akan memikirkan tentang itu setelah kembali dari misinya, Alaska.
Chris melanjutkan,"Tapi kau salah jika kau pikir kebahagiaan hidup pada prinsipnya datang dari hubungan manusia. Tuhan menempatkannya di sekitar kita. Dalam apa pun yang bisa kita alami. Orang hanya harus mengubah cara mereka melihat hal-hal itu."
Ron, sambil menunduk sadar berkata, "Ya, aku akan renungkan itu.!" Dengan tenang Ron melanjutkan, "Tapi aku ingin memberitahu sesuatu. Dari kepingan informasi yang kukumpulkan, dari kisah yang kau ceritakan tentang hidupmu, kau punya masalah dengan keluargamu. Tapi ada sesuatu yang lebih luhur yang bisa kita hargai. Bila kau memaafkan, kau menyayangi. Dan jika kau menyayangi, Cahaya Tuhan bersinar pada dirimu."
Bagian akhir, Chris kembali lagi ke rumah hutannya. Dia sudah kehabisan bekal, dan tanpa tenaga. Badannya sudah sangat kurus. Dalam kepiluan akan tenaga yang tersisa dia masih sempat menutup ritsleting celananya, dan mengambil posisi terlentang dalam magic bus-nya.
Sebelum menghembuskan napas terakhir dia masih sempat membaca Doctor Zhivago, terungkap, " Menyebut setiap benda dengan nama yang tepat." Chris menuliskan kata-kata terakhir yang mirip tulisan nisan, tentu diakhiri dengan nama yang asli, bukan Alexander Supertramp,
I have had a happy life and
thank the Lord
Good bye and may God
bless all!
Christopher Johnson McCandles
Sebuah keluarga yang mapan, tapi sepertinya ada masalah. Sebuah keluarga dengan dua orang anak, Christopher dan adiknya Carine McCandles. Chris anak yang cerdas yang sangat gemar membaca yang bisa dengan cepat menemukan ungkapan atau kutipan untuk suatu hal, dari buku-buku yang sudah dibacanya.
Iya, keluarga yang ada masalah. Chris dan Carine, keduanya adalah 'anak haram', tapi orangtuanya tidak mengakuinya. Chris dan adiknya sering dimarahi karena suatu hal, dan digambarkan bahwa menurut penilaian kedua anaknya, kedua orangtuanya adalah orang-orang yang bertindak menggunakan penilaian-penilaian orang lain.
Suatu saat masa menjelang dewasanya, Chris akan dibelikan mobil baru. Chris menolak, dan tetap menggunakan mobil yang ada, karena masih kondisi baik. Chris berkata tidak membutuhkan benda-benda itu.
Chris sudah merencanakan petualangan, semacam 'pelarian' dari rumah, melakukan pencarian makna hidupnya. Dia membaca syair Lord Byron,
There is a pleasure in the pathless woods,
There is a rapture on the lonely shore,
There is society, where none intrudes,
By the deep sea, and music in its roar:
I love not man the less, but Nature more,
From these our interviews, in which I steal
From all I may be, or have been before,
To mingle with the Universe, and feel
What I can ne'er express, yet cannot all conceal.
Dia bercita-cita 'menaklukkan' Alaska. Dan dia pun pergi meninggalkan 'dunia yang kacau', dunia modern.
Banyak peristiwa diceritakan oleh Carine, dan di layar sering muncul tulisan-tulisan yang menyangkut hidup Chris. Peristiwa, cerita, pengalaman ditampilkan dengan pemandangan hutan, kadang kejadian di kota, dan juga kenangan-kenangan lama sewaktu Chris dan Carine masih kecil di rumah mereka.
Dalam semangat Chris, terpampang, "Tak bisa dipungkiri menjadi bebas sangat menggembirakan kita."
Chris tinggal di magic bus, yang menjadi rumahnya di hutan. Di rumah hutannya inilah dia menuliskan semua kisah petualangannya. Dia beberapa kali kembali ke kota untuk mencari bekal secukupnya, lalu kembali lagi ke rumahnya.
Dalam proses pencarian dan penemuan dirinya ini, dia pun mengubah namanya menjadi Alexander Supertramp. Untuk benar-benar menghilangkan jejaknya dari peredaran.
Penghilangan jejaknya dan pengejaran tujuan hidupnya inilah, terjadi saat-saat kedua orangtuanya disadarkan kembali tentang nilai sebuah keluarga. Tapi apa daya? Ibunya mencari-carinya terus.
Ketika dia perlu makanan, dia sudah mengangkat senjata untuk menembak rusa. Sesaat dia lihat rusa itu berjalan oleng, dia sudah hampir menembaknya, dia perhatikan lagi, ibu rusa diikuti anaknya yang jalan sempoyongan. Dia pun urung menembaknya.
Dalam mencapai cita-citanya, Chris menghadapi tantangan fisik yang tidak tertahankan. Terjadi juga tantangan yang sebenarnya bagi laki-laki, wanita. Saat dia bertemu sepasang hippi, di sana juga ada seorang wanita cantik, yang gemar menyanyi, Tracy. Ketika Tracy sudah beberapa kali jalan bersama dengan Chris, suatu saat Tracy sudah dengan siap dan terang-terangan mengajak Tracy untuk berhubungan yang paling intim. Chris dengan tenang dan sabar menolaknya. Chris sambil merengkuh dengan bersahabat berkata kepada Tracy, "Jika kau ingin sesuatu dalam hidupmu, raih dan gapailah!"
Kisah yang sangat menarik terjadi ketika Chris bersahabat dengan seorang pensiunan militer yang pernah bertugas di Okinawa, Ron Franz. Mereka bersahabat terbuka, dan sepertinya karena mengalami penyendirian dan pencarian yang sama, mereka sangat akrab.
Ron Franz bercerita, bahwa dia dulu punya keluarga, seorang isteri dan seorang anak. Ketika dia bertugas, seorang pengemudi mabuk menabrak mereka berdua dan meninggal saat itu. Franz melanjutkan ceritanya, "Chris, kalau saya ditanya kegiatan apa sekarang yang paling saya tidak sukai, itulah menenggak wiski. Tapi kau tahu bukan? Setelah kejadian itu, saya pun meminum wiski sampai mabuk."
Suatu saat dia tersadar, batinnya berkata, bahwa peristiwa itu tidak boleh membuatnya jatuh lagi, dan dia pun berhenti minum, saat itu, langsung.
Persahabatan 'orang tua' dan 'anak' inilah yang menjadi bagian Getting of Wisdom film. Ketika Chris dan Ron Franz berhenti di tengah jalan setelah berkendara lama, Ron bertanya kepada Chris yang sedang mendaki dengan cepat,
"Alaska? Nak, kau lari dari apa?'
"Aku bisa ajukan pertanyaan yang sama kepadamu, kecuali aku sudah tahu jawabannya." jawab Chris.
"Kau sudah tahu, ya?"
"Ya, Pak Franz. Kau harus kembali ke dunia luar. Keluar dari rumahmu yang sepi, dari sanggar kerja kecilmu. Kembalilah ke jalanmu. Sungguh! Kau akan hidup lama, Ron. Kau harus membuat perubahan radikal dalam gaya hidupmu. Inti jiwa manusia datang dari pengalaman-pengalaman baru."
Sesaat mereka masing-masing tersadar. Dan bernapas tenang, menghirup angin di puncuk bukit, yang sebelumnya Ron tidak mau dan tidak mampu mendakinya, tapi karena spirit yang ditularkan Chris, Ron bisa mencapai puncak bukit. Di sanalah mereka bercerita. Bahkan Ron berniat mengadopsi Chris. Tapi Chris mengatakan, akan memikirkan tentang itu setelah kembali dari misinya, Alaska.
Chris melanjutkan,"Tapi kau salah jika kau pikir kebahagiaan hidup pada prinsipnya datang dari hubungan manusia. Tuhan menempatkannya di sekitar kita. Dalam apa pun yang bisa kita alami. Orang hanya harus mengubah cara mereka melihat hal-hal itu."
Ron, sambil menunduk sadar berkata, "Ya, aku akan renungkan itu.!" Dengan tenang Ron melanjutkan, "Tapi aku ingin memberitahu sesuatu. Dari kepingan informasi yang kukumpulkan, dari kisah yang kau ceritakan tentang hidupmu, kau punya masalah dengan keluargamu. Tapi ada sesuatu yang lebih luhur yang bisa kita hargai. Bila kau memaafkan, kau menyayangi. Dan jika kau menyayangi, Cahaya Tuhan bersinar pada dirimu."
Bagian akhir, Chris kembali lagi ke rumah hutannya. Dia sudah kehabisan bekal, dan tanpa tenaga. Badannya sudah sangat kurus. Dalam kepiluan akan tenaga yang tersisa dia masih sempat menutup ritsleting celananya, dan mengambil posisi terlentang dalam magic bus-nya.
Sebelum menghembuskan napas terakhir dia masih sempat membaca Doctor Zhivago, terungkap, " Menyebut setiap benda dengan nama yang tepat." Chris menuliskan kata-kata terakhir yang mirip tulisan nisan, tentu diakhiri dengan nama yang asli, bukan Alexander Supertramp,
I have had a happy life and
thank the Lord
Good bye and may God
bless all!
Christopher Johnson McCandles
April 6, 2009
Anak-anak Asia Belajar Menghitung Lebih Cepat daripada Anak-anak Amerika
Dua hari lalu, saya teringat kembali waktu awal-awal belajar bahasa Inggris, khususnya tentang angka atau penomoran. Teringat akan lebih banyak angka yang harus dihapal. Penamaan atau penyebutan angka dalam bahasa Inggris tidak seperti bahasa Indonesia. Mungkin ada kesulitan seperti dalam bahasa Indonesia, tapi lebih banyak lagi dalam bahasa Inggris khusunya pada huruf yang tidak mengkuti pola tertentu.
Ide ini terbersit lagi setelah membaca karya Malcolm Gladwell, "Outliers: The Story of Success".
Penamaan atau penyebutan angka dalam bahasa Inggris, mempunyai kesulitan tersendiri. Kesulitan itu muncul pada angka-angka belasan: 11, 12, 13, 14, s.d. 19. Dan ini tidak sedikit, karena akan terjadi untuk bilangan yang lebih besar lagi, yang angkanya berakhir dengan belasan itu.
Seperti kata Gladwell, dalam Bahasa Inggris, mereka mengatakan: 'fourteen', 'sixteen', 'eighteen', dan 'nineteen', jadi mungkin juga orang menduga kalau ada: 'oneteen', 'twoteen', 'threeteen', dan 'fiveteen'. Tetapi ternyata tidak begitu. Mereka menggunakan bentuk yang berbeda: 'eleven', 'twelve', 'thirteen', dan 'fifteen'. Mereka pun mempunyai nomor seperti 'forty'.
Mirip seperti Bahasa Indonesia, untuk angka belasan mereka menggunakannya secara terbalik: 'fourteen', 'seventeen', 'eighteen'.
Kesulitan akan semakin banyak terjadi untuk pemeringkatan, misalnya saja: 21th (twenty-first), 32nd (thirty-second) dan banyak lagi.
Menurut Gladwell, sistem penomoran dalam bahasa Inggris sangat unik. Tidak seperti halnya di Cina, Jepang, dan Korea. Mereka memiliki sistem perhitungan yang logis. Sebelas adalah sepuluh-satu. Dua belas adalah sepuluh-dua.
Sistem ini sama dengan bahasa Batak. 11 dibaca atau diucapkan sampulu-sada, 12 sampulu dua, 17 sampulu pitu.
Menurut Gladwell lagi, anak Cina berusia empat tahun bisa menghitung rata-rata sampai empat puluh. Anak-anak Amerika pada usia yang sama hanya bisa menghitung sampai lima belas dan kebanyakan tidak bisa menghitung empat puluh sampai menginjak usia lima tahun.
Dengan kata lain, pada usia lima tahun anak-anak Amerika sudah ketinggalan 'satu tahun' dibandingkan rekan-rekannya di Asia dalam keahlian matematika dasar.
Ketika saya coba menghitung penjumlahan misalnya dalam bahasa Indonesia: dua puluh empat ditambah lima belas, maka saya harus melakukan konversi dulu ke bentuk angka menjadi (24 + 15) baru dijumlahkan satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan. Sama persis dengan bahasa Inggris, masih memerlukan konversi ke angka.
Padahal dalam bahasa Batak misalnya, tidak perlu melakukan konversi karena sudah bisa langsung dijumlahkan melalui pengucapannya saja: dua-pulu-opat ditamba sampulu-lima berarti tolu-pulu-sia ---> tiga-puluh-sembilan.
Maka kata Gladwell, perbedaan itu berarti anak-anak Asia belajar untuk menghitung lebih cepat dibandingkan anak-anak Amerika. (Mungkin sementara yang Gladwell maksud Asia adalah Korea, Cina, dan Jepang. Tapi perlu ada penelitian untuk anak Indonesia, khususnya karena angka belasan tadi).
Ide ini terbersit lagi setelah membaca karya Malcolm Gladwell, "Outliers: The Story of Success".
Penamaan atau penyebutan angka dalam bahasa Inggris, mempunyai kesulitan tersendiri. Kesulitan itu muncul pada angka-angka belasan: 11, 12, 13, 14, s.d. 19. Dan ini tidak sedikit, karena akan terjadi untuk bilangan yang lebih besar lagi, yang angkanya berakhir dengan belasan itu.
Seperti kata Gladwell, dalam Bahasa Inggris, mereka mengatakan: 'fourteen', 'sixteen', 'eighteen', dan 'nineteen', jadi mungkin juga orang menduga kalau ada: 'oneteen', 'twoteen', 'threeteen', dan 'fiveteen'. Tetapi ternyata tidak begitu. Mereka menggunakan bentuk yang berbeda: 'eleven', 'twelve', 'thirteen', dan 'fifteen'. Mereka pun mempunyai nomor seperti 'forty'.
Mirip seperti Bahasa Indonesia, untuk angka belasan mereka menggunakannya secara terbalik: 'fourteen', 'seventeen', 'eighteen'.
Kesulitan akan semakin banyak terjadi untuk pemeringkatan, misalnya saja: 21th (twenty-first), 32nd (thirty-second) dan banyak lagi.
Menurut Gladwell, sistem penomoran dalam bahasa Inggris sangat unik. Tidak seperti halnya di Cina, Jepang, dan Korea. Mereka memiliki sistem perhitungan yang logis. Sebelas adalah sepuluh-satu. Dua belas adalah sepuluh-dua.
Sistem ini sama dengan bahasa Batak. 11 dibaca atau diucapkan sampulu-sada, 12 sampulu dua, 17 sampulu pitu.
Menurut Gladwell lagi, anak Cina berusia empat tahun bisa menghitung rata-rata sampai empat puluh. Anak-anak Amerika pada usia yang sama hanya bisa menghitung sampai lima belas dan kebanyakan tidak bisa menghitung empat puluh sampai menginjak usia lima tahun.
Dengan kata lain, pada usia lima tahun anak-anak Amerika sudah ketinggalan 'satu tahun' dibandingkan rekan-rekannya di Asia dalam keahlian matematika dasar.
Ketika saya coba menghitung penjumlahan misalnya dalam bahasa Indonesia: dua puluh empat ditambah lima belas, maka saya harus melakukan konversi dulu ke bentuk angka menjadi (24 + 15) baru dijumlahkan satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan. Sama persis dengan bahasa Inggris, masih memerlukan konversi ke angka.
Padahal dalam bahasa Batak misalnya, tidak perlu melakukan konversi karena sudah bisa langsung dijumlahkan melalui pengucapannya saja: dua-pulu-opat ditamba sampulu-lima berarti tolu-pulu-sia ---> tiga-puluh-sembilan.
Maka kata Gladwell, perbedaan itu berarti anak-anak Asia belajar untuk menghitung lebih cepat dibandingkan anak-anak Amerika. (Mungkin sementara yang Gladwell maksud Asia adalah Korea, Cina, dan Jepang. Tapi perlu ada penelitian untuk anak Indonesia, khususnya karena angka belasan tadi).
Subscribe to:
Posts (Atom)