Catatan Sepakbola
Saya teringat dengan istilah 'orang terakhir' ini setelah menonton semifinal Liga Champions 2009, Arsenal v. Manchester United (MU) tadi pagi. Mungkin ada membahas sepakbola tapi lebih kepada tanggung jawab seseorang dalam sebuah tim. Bisa disebut juga sebagai leadership individu dalam sebuah tim.
Permainan sepakbola mirip seperti kehidupan bersama atau kehidupan organisasi atau kehidupan sebuah unit kerja. Walaupun sebuah unit, tetap dihuni oleh beberapa atau banyak orang.
Pertandingan Arsenal v. MU sangat menarik dan atraktif. Dan harus disebutkan lebih dahulu, bahwa saya bukan fans Arsenal dan bukan fans MU. Saya penggemar dan penikmat sepakbola. Mengapa harus disebutkan? Karena kalau saya fans sebuah tim, katakanlah MU, maka saya kemungkinan besar tidak memperhatikan secara keseluruhan permainan. Biasanya seorang fans begitu senang ketika tim kegemarannya lagi menyerang dan apalagi kalau (nyaris) menciptakan gol. Tapi ketika, tim kesayangannya diserbu, maka jantungnya pun mungkin berdetak tidak karuan.
Jadi saya bisa menikmati permainan itu tanpa memihak dalam hati sekali pun. Pertandingan dikuasai Arsenal sampai terjadi gol yang pertama. Dan dari gol inilah, saya teringat 'orang terakhir', sesuai judul tulisan ini.
Ketika MU mengadakan serangan balik, di mana sebelumnya Arsenal begitu menguasai bola dan permainan, maka saat-saat seperti inilah yang paling menentukan nasib sebuah tim. Artinya, pada saat serangan balik yang cepat, yang paling menentukan adalah orang terakhir yang meng-handle segala sesuatu sebelum terjadi gol. Tentu orang terakhir adalah kiper, tapi biasanya tidak kepada kiper istilah itu, tapi kepada pemain yang menjaga orang yang menciptakan gol. Orang terakhir itu adalah Kieran Gibbs.
Kieran Gibbs terpeleset ketika menjaga gerakan Park Ji-Sung, dan 'sialnya' (tentu bagi Arsenal), Park berhasil membuat gol. Masih pada awal pertandingan, menit ke-8. Gol cepat.
Muncul pertanyaan, apakah 'kesalahan' itu pantas dijatuhkan kepada Kieran Gibbs? Dia baru berusia 19 tahun (lahir 26 September 1989).
Dan kasus terjadinya gol Arsenal juga karena 'orang terakhir', Darren Fletcher yang mengawal Cesc Fabregas, yang menjatuhkannya karena Fabregas hampir membuat gol. Fletcher dihukum kartu merah dan tidak diperbolehkan lagi terlibat dalam permainan. Memang karena MU unggul, sepertinya yang dilakukan Fletcher biasa-biasa saja. Padahal peristiwa itu juga sebenarnya sangat membahayakan MU sekiranya tidak unggul. Kartu merah dan hukuman penalti dan berakibat hal justru ingin dihindari Fletcher sampai melakukan pelanggaran, -- gol.
Tapi begitulah sepakbola. Gibbs akan diingat sebagai pencipta kegagalan. Tapi sekiranya Gibbs berhasil menghalau bola dan tidak terjadi gol, dia dianggap biasa-biasa saja, dan mungkin adegan itu akan cepat dilupakan.
Bisa disebut pada saat kejadian seperti ini, posisi Gibbs menjadi penentu laju Arsenal ke final, Gibbs-lah yang menjadi pemimpin Arsenal.
Kalau kita perhatikan sebuah tim sepakbola atau tim apa pun, kadang-kadang terpikir, bahwa kelemahan seseorang sering kita jatuhkan kepada orang itu saja. Kita lupa bahwa kita adalah sebuah tim. Dan sudah pasti, sebuah tim memiliki anggota yang tidak sama kekuatannya. Anggota tim juga pasti tidak sama tanggung jawab dan wewenangnya.
Bagaimana kita memahami 'orang terakhir' ini?
Dalam sebuah pertandingan yang sangat penting, bahwa seseorang mengambil tanggung jawab tidak bisa hanya berdasarkan kemampuan teknis saja. Dalam sepakbola, dalam pertandingan krusial, yang sangat menentukan adalah tingkat kepercayaan diri, karakter, determinasi, dan mental seseorang jauh lebih menentukan daripada kemampuan teknis belaka. Memang kalau kondisi pertandingan atau keadaan normal-normal saja, maka orang-orang yang ditugasi mengambil tanggung jawab sepertinya kelihatan berhasil melaluinya. Tapi dalam kondisi normal, kondisi itu tidak kelihatan dan tidak teruji. Ujian yang real terjadi saat yang paling kritis, seperti kasus Gibbs itu. Dan untuk tim seperti Arsenal agak janggal misalnya dia dipilih menjadi pemain starter oleh manager Arsene Wenger hanya karena kesukaan. Karena akan bertentangan dengan semangat olahraga, sport, yakni sportivitas.
Dan kesalahan atau kegagalan tidak pantas dijatuhkan kepada Darren Fletcher atau Kieran Gibbs. Kesalahan atau kegagalan tidak layak dijatuhkan kepada pemain terakhir, orang terakhir. Hasilnya adalah hasil dari sebuah tim secara keseluruhan, pemain, manager, tim support, dan siapa pun yang berkontribusi dan memiliki andil tanggung jawab. Demikian juga dengan keberhasilan. Apa pun hasilnya, itulah kemampuan dan kekuatan tim. Itulah tim itu sendiri.
No comments:
Post a Comment