
Kemarin, sambil menunggu waktu berbuka puasa, saya berbincang-bincang dengan beberapa sahabat. Banyak sahabat yang menunggu berbuka puasa juga. Muncullah ide tentang bagaimana mencoba melakukan sesuatu yang berarti. Tapi apa? Saya sendiri kurang tahu persis.
Sambil mencari apa yang berarti itu, kami berbagi cerita. Sampai juga ke hal-hal yang selalu menarik untuk direnungkan. Yakni, kita sering terjebak, karena kita melakukan sesuatu yang menurut kita baik, lalu kita beranggapan bahwa kita lebih baik daripada orang lain.
Sampai juga perbincangan misalnya tentang istilah 'menghormati orang berpuasa'. Mengapa orang-orang lain harus menghormati saya berpuasa? Sewajarnyalah orang lain berlaku wajar, dan sangat pantas juga saya berlaku wajar pula. Tidak perlu saya meminta yang aneh-aneh dari orang lain, karena saya berpuasa.
Lalu saya teringat akan sebuah cerita yang indah, saya cari, dan saya kutip.
Saya mendapatkan cerita ini *** Doa yang Penuh Kesungguhan
Doa yang Penuh Kesungguhan
Seorang pengkhotbah dan seorang supir taksi tiba di pintu gerbang surga pada saat yang bersamaan.
Setelah menanyai keduanya, malaikat penjaga surga pun membukakan pintu gerbang dan mempersilakan si supir taksi lebih dahulu. Kemudian ia minta si pengkhotbah untuk duduk dan menunggu pertimbangan selanjutnya.
Sang pengkhotbah menjadi sangat marah. "Bagaimana bisa kamu mempersilakan orang itu masuk ke surga lebih dahulu daripada saya?" keluhnya. "Saya berkhotbah setiap minggu selama lebih daripada 50 tahun. Yang dilakukan orang tadi hanya menyupir taksi di sekeliling kota."
"Itu benar," jawab sang malaikat, "ketika Anda berkhotbah orang-orang tidur. Tetapi, ketika supir ini menyetir orang-orang memanjatkan doa."
:-)
*** Cerita dikutip dari Wisdom of the Heart, karya Alan Cohen
No comments:
Post a Comment