April 14, 2010

Persepsi - Makan dengan Tangan

Hari ini saya dikejutkan dengan perbincangan yang menarik, yakni tentang makan, tepatnya tentang makan menggunakan tangan. Maksudnya makan dengan tangan tanpa sendok dan garpu. Saya terkejut karena saya makan langsung menggunakan tangan tanpa cuci tangan terlebih dahulu.


Ketika itu, para sahabat merasa aneh, maka saya sampaikan saat itu, "Saya yakin dengan kebersihan tangan saya, maka saya makan langsung dengan tangan tanpa cuci tangan."

Tapi ternyata para sahabat sudah tidak tahan menunggu pendapat saya tentang makan dengan tangan itu. Kira-kira, bagaimana itu bisa terjadi, begitulah di benak mereka.

Karena yang makan bersama saya adalah sahabat-sahabat, maka perbincangan setelah setelah makan itu menjadi hangat dan seru.

* * *
Walaupun itu sebenarnya tentang tangan yang digunakan ketika makan tanpa mencucinya terlebih dahulu, tapi hal itu berhubungan dengan persepsi dan kepercayaan atau keyakinan.

Bahwa kita yakin dengan tangan kita, apa lagi yang mau diperbincangkan? Mengapa para sahabat tidak yakin dengan tangannya sendiri? Tapi itu adalah masih hal lain. Pertanyaannya barangkali lebih tepat, "Mengapa para sahabat tidak yakin dengan kebersihan tangan saya?"
:-)

Pernahkah kita naik bis, naik angkot, atau naik mobil yang bukan kita yang menyetir atau naik pesawat? Bagaimana kita bisa naik bis, angkot, mobil, atau pesawat jika kita tidak meyakini sopir atau pilotnya?

Mirip dengan itu, ada hubungannya dengan tentang mencuci tangan tadi. Pernahkah kita makan di warung Tegal (warteg) atau warung nasi Padang, atau makan soto atau pecel lele seperti banyak di pinggir jalan di Bandung atau Jakarta misalnya?

Bagaimana kita makan di sana? Kalau kita perhatikan dengan teliti maka piring, cangkir, lalapan atau bahkan makanan itu sendiri, apakah itu benar-benar bersih? Apakah air untuk mencuci semua alat-alat makan itu bersih?

Lalu apakah membersihkan piring-piring dan alat-alat makan lainnya sudah tergolong dicuci? Apa artinya mencuci? Jangan-jangan piring-piring dan alat lain itu lebih sering hanya diairi atau dibasuhkan dengan air. Apakah jika mengairi tangan lebih bersih daripada tidak?

Kita coba lebih teliti lagi. Misalnya ketika kita makan di warteg atau warung pecel lele, piring-piring sudah bertumpuk. Lalu jika pelayannya mau mengisi satu piring itu dengan nasi, maka dia mengelap piring itu. Kemudian jika pelayan mau mengisi piring berikutnya, maka pelayan juga mengelap piring dan piring berikutnya dengan lap yang sama, bahkan dengan bagian lap yang sama yang sudah mengelap piring-piring sebelumnya.

Jadi apa yang dilap oleh pelayan itu? Apa yang mau dibersihkan oleh pelayan itu. Kita anggap misalnya, debu. Lalu sebuah lap sudah penuh dengan debu karena mengelap banyak piring sebelumnya, maka lap ini juga mengelap piring-piring itu.

Artinya, tentang piring-piring itu, kita memiliki anggapan atau keyakinan bahwa itu bersih. Malah dibandingkan dengan tangan sendiri, kita sendiri jauh lebih mengetahui kebersihan tangan kita daripada kebersihan benda-benda yang baru kita dapati. Artinya, kita memiliki keyakinan tertentu tentang semua itu, maka jadilah kita melanjutkan acara yang penting dan nikmat itu: makan.
:-)

2 comments:

Kimmie said...

dari dulu saya jg memikirkan hal yg sama.. mau nulis tp udah keduluan mas frans.. :D
kalo orang terlalu perfeksionis bisa2 mati kelaperan mas (apalagi klo anak kos dimana kondisinya gak memungkinkan untuk masak sendiri) karena gak percaya sama kebersihan makanan warteg, nasi padang, dkk.. untungnya kebanyakan orang kayaknya gak sadar untuk hal yg mendetail kayak gini.. (atau sadar tp berpura2 gak sadar, kayak saya, supaya gak mati kelaperan.. toh makanan mereka rasanya enak kok) :p

saya sendiri gak pernah dipercaya sama ortu masalah bawa kendaraan.. jadi setiap saya bawa mobil ato ngebonceng mereka naik motor mereka yg was2 sendiri, padahal gak ada yg perlu dikuatirin..

jd semua hanya soal persepsi dan sugesti.. :p

Frans. Nadeak said...

Lho, mengapa dari dulu tidak dituliskan?
he.. he.. he...