October 9, 2010

Kristalisasi Pengalaman

"Seorang anak yang hanya dididik di sekolah, bukanlah anak yang terdidik."
~ George Santayana (1863 – 1952); filsuf dan sastrawan Amerika kelahiran Spanyol

* * *

Tadi pagi, seorang sahabat mengajak saya untuk bertukar pikiran. Sahabat ini ternyata membaca-baca Notes yang saya tulis. Menarik, walaupun membacanya dan pengakuannya ada yang dibacanya berkali-kali, dia belum pernah berkomentar. Alasannya tidak berkomentar adalah karena takut salah.

Tapi tadi pagi, diberanikannya dirinya tidak hanya berkomentar tapi langsung menuliskan sesuatu dalam hatinya yang sudah tidak tahan lagi dipendamnya, yakni menuliskan sesuatu, yakni mengenai pendidikan.

Ternyata sahabat ini sangat concern dengan pendidikan, terutama pendidikan anak. Saya senang sekali membaca ungkapannya, dan lebih senang lagi, karena ada tambahan catatan di bawah tulisannya: "Ini adalah tulisan terpanjang yang saya buat setelah lulus dari universitas." Dia tidak tahan harus menuliskannya kepada saya, karena saya pernah menuliskan bahwa saya pernah menghadiri suatu acara alumni universitas, dan ketika saya buat pertanyaan kecil-kecilan mengenai membaca buku, nyata bahwa tak satu pun alumni perguruan tinggi ini yang membaca satu buku dengan tuntas setelah tidak ke kampus lagi. Lalu menurut pengakuan sahabat tadi, dia semakin tidak tahan karena saya pernah menuliskan bahwa sekolah formal adalah sekolah yang paling minimal.

Dan beberapa hari lalu ketika saya menuliskan Notes tentang anak-anak yang unik dan ajaib, ada juga yang tergolong tidak peduli dengan pendidikan. Sepertinya baginya pendidikan adalah sesuatu yang sudah buruk. Tapi tentulah tidak demikian kenyataannya. Semua kita adalah pendidik. Jika bukan kepada anak didik (jika kita misalnya guru), ya kepada tetangga, kepada anak tetangga, kepada keponakan, atau kepada siapa saja. Kalau pun dianggap pemikiran seseorang tidak kompeten, tapi jelaslah orang berpikir tentang pendidikan saja sudah sesuatu yang baik dan hebat. Karena pendidikan adalah hal yang paling fundamental bagi seseorang, bahkan bagi sebuah bangsa.

Pemikiran atau awareness seseorang tentang pendidikan juga sudah sesuatu yang membangkitkan semangat bagi dirinya tentang perlu dan mutlaknya pendidikan. Jika pun itu belum terealisasi kepada orang lain, setidaknya kepada diri sendiri.

Padahal pagi-pagi tadi, saya membaca hal-hal tentang pendidikan juga. Jadi seperti sinkronisitas dengan tulisan sahabat ini. Saya mendapatkan yang menarik tadi pagi tentang, kristalisasi pengalaman. Kristalisasi pengalaman adalah hal yang dialami seseorang (dulu) yang membuat perubahan besar, setidaknya yang menciptakan atau membuat ingatan yang tidak lekang oleh waktu, bahkan kadang-kadang yang memunculkan bakat, kesenangan, talenta, dan apa pun yang membuat hidup seseorang lebih hidup, lebih bermakna. Bahkan dari beberapa kristalisasi pengalaman itu, termasuk juga mengubah peradaban manusia di bumi ini lewat tokoh-tokoh yang mendunia yang akibanya pun tentu mendunia.

Setelah membaca beberapa pengalaman yang terkristal dari beberapa orang, saya pun teringat beberapa pengalaman yang tidak terlupakan sampai sekarang. Beberapa kristalisasi pengalaman itu adalah dari seniman, ilmuwan, penyair, dan filsuf.

Albert Einstein, fisikawan besar, ketika masih anak-anak, menjadi tidak bisa diam karena instrumen sains yang didapatkannya, yakni kompas dan buku geometri. Einstein sangat takjub dengan kompas, dan bertanya terus-menerus dan menyelidikinya, "Mengapa kompas bisa selalu menunjuk ke arah yang sama?"

Yehudi Menuhin, seorang pemain biola dan konduktor hebat, mendapatkan pengalaman anak-anaknya ketika menonton orkestra simfoni di San Francisco. Dia terkenang terus dengan pengalamannya menonton orkestra itu.

Johann Wolfgang von Goethe, jenius Jerman, pemikir dan penulis berpengaruh dan yang menguasai beberapa bahasa itu sangat terkesan dengan ajakan neneknya. Goethe yang memiliki karya besar di bidang puisi, drama, teologi, filsafat dan sains, ketika anak-anak diajak neneknya menyaksikan teater boneka, sebelum sang nenek meninggal.

Noam Chomsky, seorang pakar linguistik (profesor di Massachusetts Institute of Technology (MIT)), ilmuwan kognitif dan aktivis politik, memiliki pengalaman yang tidak terlupakan ketika suatu kali menemukan kertas hasil koreksi ayahnya tentang tata bahasa Yahudi.

Jorge Luis Borges, sastrawan Argentina, terinspirasi dari suatu ruangan di rumahnya, tepatnya perpustakaan ayahnya. SampaiLuis Borges membuat ungkapan humor, bahwa dia tidak pernah bermain di luar perpustakaan itu.

Itulah beberapa tokoh yang mengalami sesuatu yang menjadi kristalisasi pengalaman bagi dirinya, bahkan itulah yang menjadi flowyang terjadi terus-menerus kepada mereka. Flow, adalah istilah yang diciptakan oleh Mihaly Csikszentmihalyi, psikolog dan profesor psikologi tentang suatu aktivitas di mana seseorang terkonsentrasi penuh dan benar-benar menikmatnya sampai benar-benar lupa dengan hal lain.

Tulisan sahabat tadi sangat berhubungan dengan buku yang saya baca yang berisi flow dan kristalisasi pengalaman dari beberapa orang tadi. Karena menurut sahabat tadi, bahwa di negeri ini pendidikan tidak menciptakan ruang untuk menghasilkan atau menciptakan momen-momen atau situasi yang mungkin menjadi pengalaman yang mengubah seseorang menemukan bakat, talenta atau potensinya.

Lalu, secara pribadi, seraya membaca kristalisasi pengalaman beberapa orang tadi, saya mengingat beberapa pengalaman menarik ketika masih siswa SMP. Saat itu hari pertama menjadi siswa SMP. Karena hari pertama, tentu para siswa belum memiliki jadual mata pelajaran. Masuklah guru ke dalam kelas, seorang Bapak. Setelah perkenalan, Bapak Guru mengatakan jadwal sekarang adalah matematika. Tapi karena menurut perkataannya, dia juga guru biologi, maka dia boleh menyampaikan matematika atau biologi.

Tiba-tiba Bapak Guru ini berkata, "Ambil secarik kertas. Tuliskan nama di bagian atas. Kita ulangan. Sudah siap? Soalnya hanya satu. Ingat, soal tidak perlu dicatat. Ingat saja. Soalnya adalah 'Sebutkan ciri-ciri makhluk hidup!'"

Pengalaman itu sampai sekarang saya ingat. Gurunya adalah Bapak M. Naibaho yang membuat dan menghidangkan matematika begitu indah. Pengalaman itu tidak terlupakan karena, pada hari pertama menjadi siswa SMP, setelah perkenalan, langsung ujian. Jadual adalah mata pelajaran matematika, tapi ujiannya adalah mata pelajaran biologi.

Lalu bagi para Sahabat, apa yang menjadi satu yang tergolong Kristalisasi Pengalaman itu?
:-)

Bolehlah dibagi!

* * *

"Bacaan adalah khayalanku. Aku di sini tanpa ikatan. Tidak ada perasaan yang merintangi aku, yang menutupi aku dari wacana yang manis dan ramah dari teman-temanku: buku-buku. Mereka berbicara padaku tanpa perasaan malu dan canggung."
~ Helen Keller (1880 – 1968)

Ngomong-omong, ada yang belum mengetahui Helen Keller?

No comments: